Kamis, 19 Desember 2019

Ruwatan Murwakala

Murwakala adalah lakon asli dari tanah Jawa dan tidak ada dalam berbagai kitab pewayangan asal India. Murwakala sendiri terdiri atas dua kata yakni murwa yang artinya awal dan kala yang artinya waktu, yang bisa diartikan sebagai awal jaman eksistensi manusia di dunia dimana di sini diceritakan tentang seorang dewa berwujud raksasa bernama Bathara Kala yang meminta makanan kepada ayahnya yaitu Bathara Guru yang akhirnya dia diruwat oleh Dhalang Kandhabuwana. Di sini hanya akan diceritakan kisah Tundhung Kala saja, untuk kelahirannya bisa dibaca di sini.
Bathara Kala (Gagrak Jogja)

Dikisahkan Bathara Kala yang baru saja diakui sebagai anak oleh Bathara Guru, ia meminta makanan yang enak, lalu ia melihat manusia dan Bathara Guru menyetujui dengan syarat harus manusia sukerta. Mereka adalah:
  1. Ontang-anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
  2. Ontang-anting papar tunggak, yaitu anak yang dilahirkan memiliki banyak saudara namun saudaranya meninggal semua.
  3. Kedhana-kedhini, yaitu anak dua laki-laki dan perempuan.
  4. Uger-uger lawang, yaitu anak dua laki-laki semua.
  5. Kembar, yaitu anak dua yang lahir secara bersamaan.
  6. Kembang sepasang, yaitu anak dua perempuan semua.
  7. Cukit dulit, yaitu anak tiga perempuan semua.
  8. Gotong mayit, yaitu anak tiga laki-laki semua.
  9. Pancuran kapit sendhang, yaitu anak tiga yang terdiri atas dua perempuan dan satu laki-laki dengan urutan perempuan - laki-laki - perempuan.
  10. Sendhang kapit pancuran, yaitu anak tiga yang terdiri atas dua laki-laki dan satu perempuan dengan urutan laki-laki - perempuan - laki-laki.
  11. Saramba, yaitu anak empat laki-laki semua.
  12. Sarimpi, yaitu anak empat perempuan semua.
  13. Gilir kacang atau lumpat kidang, yaitu anak empat lahirnya bergiliran laki-laki - perempuan - laki-laki - perempuan atau perempuan - laki-laki - perempuan - laki-laki.
  14. Pandhawa, yaitu anak lima laki-laki semua.
  15. Pandhawi, yaitu anak lima perempuan semua.
  16. Banteng ngiring jawi, yaitu anak lima yang sulung perempuan.
  17. Jawi ngiring banteng, yaitu anak lima yang sulung laki-laki.
  18. Julung pujud, yaitu anak yang lahir ketika matahari terbit.
  19. Julung kembang, yaitu anak yang lahir ketika tengah hari.
  20. Julung caplok, yaitu anak yang lahir ketika sore hari.
  21. Yatim, yaitu anak yang sejak lahir ayahnya telah meninggal.
  22. Lungse, yaitu perempan yang susah dapat jodoh.
  23. Dangkal, yaitu laki-laki yang susah dapat jodoh.
  24. Durga ngerik, yaitu perempuan yang setiap menikah suaminya selalu meninggal.
  25. Kala kinantang, yaitu laki-laki yang setiap menikah istrinya selalu meninggal.
Tapi, Bathara Kala diberi pesan bahwa dia tidak boleh memakan siapapun yang bisa membaca tulisan yang ada pada kening (serat purwaning dumadi), mulut (sastra telak), punggung (caraka balik), dan dada (rajah kala cakra) Bathara Kala karena siapapun yang bisa membaca semua itu pasti bukan lain adalah jelmaan dari Bathara Guru sendiri atau saudara-saudara (kakak-kakak) dari Bathara Kala serta segala sesuatu itu ada kodrat dan wiradatnya. Dan hal lain yang seharusnya dikatakan oleh Bathara Guru namun terlupa adalah dia lupa mengatakan bahwa setiap anak-anak bersaudara tersebut haruslah berasal dari ayah dan ibu yang sama.

Setelah Bathara Kala pergi, Bathara Narada langsung memprotes apa yang disampaikan oleh Bathara Guru karena semua yang disebutkan olehnya itu sangat banyak di dunia serta dirinya dianggap kurang adil karena hanya memberi tahu kodrat Bathara Kala saja dan tidak memberi tahu wiradat yang harus dilakukan penduduk dunia. Serta Bathara Narada ingin mengurangi jenis manusia yang berhak dimakan oleh Bathara Kala. Oleh karena itu, Bathara Narada menyuruh Bathara Bayu, Bathara Brahma, dan Bathara Wisnu untuk ikut turun ke dunia menghentikan Bathara Kala.
Bathara Brahma

Sebelum turun ke dunia, mereka diberi peran masing-masing. Bathara Bayu bertugas memancing Bathara Kala yang menyamar menjadi pemuda desa bernama Bapa Tuna dan Tuna Bapa, Bathara Wisnu menjadi Dalang Kandhabuwana, Bathara Brama menjadi penggender perempuan bernama Nyi Sruni, dan Bathara Narada menjadi penggendang bernama Ki Panjak Tapa Wangkeng.
Bathara Bayu

Dikisahkan di dunia Bathara Kala menyamar menjadi seorang raja raksasa. Dikisahkan Bathara Kala berkeliling dunia lalu menemukan seorang jejaka bernama Bapa Tuna, setelah ditanya-tanya Bapa Tuna mengaku kalau dirinya yatim, tanpa pikir panjang Bathara Kala langsung menyatakan kalau Bapa Tuna adalah mangsanya karena termasuk anak sukerta, namun Bapa Tuna melawan dan terjadilah pertempuran, karena sakti Bathara Kala mengurungkan niatnya dan pergi mencari mangsa lainnya. Tak berselang lama Bathara Kala kembali bertemu seorang pemuda yang mengaku bernama Tuna Bapa. Tuna Bapa pun hendak dimangsa namun seperti sebelumnya karena sakti maka Bathara Kala mengurungkan kembali niatnya, dia kembali berkeliling dunia.

Agak jauh dia bertemu Pandawa yang sedang bertapa di tepi Bengawan Bagiratri, tanpa pikir panjang dimakan satu-satu para Pandawa. Semula tidak terjadi apa-apa namun ketika dia memakan Yudhistira, dia lalu tersedak dan susah untuk bernafas. Dia bingung berlari kesana kemari. Hingga dia tiba di suatu pedukuhan dimana di sana sedang ada pergelaran wayang kulit. Tahu jika ada raksasa datang warga yang menonton langsung lari terbirit-birit. Karena heran ada kericuhan apa yang sedang terjadi, sang dalang menghentikan pertunjukan. Ki Panjak Tapa Wangkeng lalu menanyai raksasa tersebut apa yang membuatnya datang ke sana sambil meraung-raung minta tolong. Setelah diceritakan dia menyuruh Bathara Kala untuk duduk dan menunggu sembari dipanggilkan Dalang Kandhabuwana untuk meruwatnya.
Penyamaran Bathara Kala

Dalang Kandhabuwana pun datang dan langsung meruwat dengan membacakan tulisan yang ada di kening Bathara Kala yang dikenal sebagai Serat/Mantra Purwaning Dumadi yang berisi tentang sejarah Bathara Kala, lalu dibacakan tulisan yang ada di mulut yang dinamakan Sastra Tinekak/Sastra Telak, lalu dibacakan tulisan yang ada di dada yang dinamakan Sastra Bedhati/Rajah Kala Cakra yang berisi 8 tulisan ditambah 8 makna tulisan tersebut yang berarti terdapat 16 tulisan (kalimat), kemudian Bathara Kala disuruh menghadap ke belakang dan dibacakan tulisan yang ada di punggung yang dinamakan Caraka Balik (aksara jawa yang dibaca secara terbalik). Tak berselang lama Bathara Kala pun muntah dan kelima Pandhawa keluar dari perut Bathara Kala. Perlu diketahui bahwa Pandawa bukan termasuk sukerta karena mereka terlahir dari ayah yang sama namun ibu yang berbeda.

(Saya menulis cerita ini berdasarkan beberapa video wayang ruwatan Ki Manteb Soedharsono yang kemudian saya rangkum)