Senin, 12 November 2018

Tejamaya, Ismaya, Manikmaya

Diceritakan, Sang Hyang Tunggal putra Sang Hyang Wenang dengan Dewi Sahoti yang merupakan pewaris tahta Tribuana memiliki seorang istri bernama Dewi Rekatawati. Karena Sang Hyang Tunggal berwujud makhluk halus, maka putranya lahir dalam bentuk sebutir telur yang akhirnya pecah dan setiap bagian dari telur itu menjadi seorang anak yang sama-sama tampan dan memancarkan cahaya. Dari cangkang telurnya jadilah Tejamaya, dari putih telurnya jadilah Ismaya, dan dari kuning telurnya jadilah Manikmaya.
Sang Hyang Tejamaya   

Syahdan Tejamaya, Ismaya, dan Manikmaya mengadakan perlombaan untuk menentukan siapa yang pantas menjadi pewaris tahta Tribuana, mereka akhirnya mengadakan lomba menelan gunung. Barangsiapa yang dapat menelan gunung lalu memuntahkannya lagi, maka dia bisa mewarisi tahta Tribuana.
Sang Hyang Ismaya

Tejamaya melakukannya terlebih dahulu, namun sayangnya dia tidak bisa menelannya mengakibatkan mulutnya menjadi besar dan lebar. Ismaya yang melihat kakaknya tidak bisa menelan gunung itu secara langsung, akhirnya ia memperoleh sebuah ide yaitu dengan menelannya sedikit demi sedikit. Gunung berhasil ditelan namun dia tidak bisa mengeluarkannya lagi. Kakek mereka yang tahu akan perbuatan mereka akhirnya menyudahinya. Tejamaya dan Ismaya lalu diharuskan untuk turun ke dunia dan mendapatkan tugas. Tejamaya turun untuk mengasuh para raksasa dan Ismaya turun untuk mengasuh para ksatria.
Sang Hyang Manikmaya

Akhirnya ditetapkan Manikmaya sebagai pewaris tahta Tribuana. Karena merasa sombong akan parasnya yang masih tampan dibanding kedua kakaknya, ayahnya lalu megutuk dia menjadi bertaring, berleher belang, bertangan empat, dan kakiknya menjadi lemah yang akan dialaminya satu persatu.
Sang Hyang Wenang

Suatu ketika Manikmaya bertengkar dengan istrinya yaitu Dewi Uma, karena perilakunya yang dinggap keras dan menyerupai raksasa, Dewi Uma mengatakan bahwa kakanda bagai raksasa namun tidak bertaring, seketika mucullah taring di gigi Manikmaya. Lalu, suatu hari Manikmaya berkelana hingga kelelahan dan meminum air di telaga yang beracun namun dia tidak mengetahuinya, setelah mencapai tenggorokan -karena baru tahu kalau air yang diminumnya beracun- dia lalu memuntahkannya, oleh karena itu lehernya menjadi belang. Lalu, suatu ketika Manikmaya melihat manusia yang baru lahir dan mengetahui bahwa kakinya masih lemah, seketika kaki kirinya melemah. Kemudian, suatu saat Manikmaya melihat orang yang sedang sembahyang menggunakan jubah, dia menertawakannya karena orang itu terlihat seperti memiliki empat tangan, seketika itu juga tangannya bertambah menjadi dua pasang.

Sang Hyang Nurcahya

Dikisahkan suatu ketika, Tuhan menciptakan seorang manusia bernama Adam yang merupakan kakek moyang dari semua manusia. Karena melihat Adam yang kesepian, akhirnya Tuhan menciptakan seorang wanita dari tiga tulang rusuk Adam bernama Hawa. Mereka diperbolehkan untuk tinggal di surga namun dengan syarat tidak diperbolehkan untuk memakan suatu jenis buah yang dikenal dengan nama Khuldi. Hingga pada suatu saat, Iblis yang memang memiliki dendam kepada Adam membujuk Hawa agar menyuruh Adam memetik buah khuldi. Lalu, sepasang manusia inipun dikeluarkan dari surga karena telah melanggar larangan Tuhan.

Bertahun-tahun lamanya Adam dan Hawa turun dari surga, mereka dikaruniai beberapa anak (ada yang meriwayatkan 20 pasang kembar laki-perempuan) salah satunya yang paling istimewa adalah Syis yang tidak memiliki saudara kembar. Syis dinikahkan dengan Mulat dan memiliki seorang putra bernama Sayyid Anwas.

Suatu ketika Iblis yang bernama Ngajajil ingin mencampur darah iblis dengan keturunan Adam dengan cara menukar Mulat dengan anaknya yang mirip dengan Mulat yang bernama Dlajah. Dari Dlajah lahirlah seorang putra bernama Sayyid Anwar.

Sayyid Anwar ketika kecil diasuh oleh Ngajajil hingga suatu ketika ia bertanya siapa ayahnya. Ngajajil pun menjawab bahwa jika dia ingin mencari ayahnya, dia harus mencari orang yang bernama Syis. Setelah itu, Sayyid Anwar pun mencari dan bertemu dengan Syis dan akhirnya diasuh oleh Adam bersama Sayyid Anwas namun diberi pantangan untuk tidak meminum air kehidupan.

Suatu hari, Anwar melanggar pantangan kakeknya dan akhirnya diusir dari tempat kakeknya. Sayyid Anwar pun berkelana dan suka melakukan olah tapa. Suatu saat ia bertemu malaikat Harut dan Marut yang mengarahkannya ke tepian sungai Nil. Di sana ia bertemu dengan anak Adam yang lain dan mempelajari berbagai ilmu. Setelah dirasa cukup ia lalu pergi ke Lembah Dewani yang terletak di antara Pulau Maldewa dan Pulau Laksdewa. Di sana ia melakukan tapa brata dengan cara melihat matahari dari terbit hingga terbenam selama tujuh tahun.

Selesai dari pertapaannya dia pun mampu mengalahkan bangsa jin. Mengetahui bangsa jin telah ditundukkan, seorang raja jin bernama Prabu Nuradi melabrak dan mengajaknya berduel. Prabu Nuradi kalah dan menyerahkan tahta dan putrinya sebagai permaisuri kepada Sayyid Anwar. Karena pertapaannya juga, Sayyid Anwar berubah wujud menjadi cahaya yang lalu diberi julukan Sang Hyang Nurcahya. Dia juga meminta ijin kepada Tuhan menjadi seorang murtad dan penguasa jin. Tuhan pun mengijinkannya.

Sang Hyang Nurcahya dengan permaisurinya melahirkan seorang putra yang ia beri nama Nurrasa. Dari Sang Hyang Nurrasa inilah nanti akan datang keturunan dimulai dari Sang Hyang Darmajaka yang berputra Dewi Darmani; Sang Hyang Darmana; dan Sang Hyang Tiyarta, lalu dari Sang Hyang Wenang berputra Sang Hyang Tunggal; Sang Hyang Hening; Dewi Suyati; dan Sang Hyang Heramaya, dari Sang Hyang Wening (saudara kembar Sang Hyang Wenang) yang berputra Bathara Senggana dan Dewi Senggani, serta dari Sang Hyang Taha yang berputra Sang Hyang Parma.

Wayang Kulit Purwa Sebagai Metode Para Wali Untuk Menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa

Siapa yang tidak kenal dengan wayang kulit purwa? Sebuah warisan adiluhung nenek moyang bangsa Indonesia khususnya dari tanah Jawa. Dulu wayang digunakan hanya untuk hiburan, namun ketika para wali datang, mereka pun menggunakan wayang sebagai metode pendekatan kepada masyarakat untuk menyebarkan ajaran Islam.

Wayang yang semula dibuat mirip seperti manusia akhirnya sedikit demi sedikit dirubah bentuknya, mulai dari bentuk kepala, tangan yang panjangnya hampir mencapai tanah, dan sebagainya yang semakin lama seiring dengan perkembangan pola pikir manusia akhirnya didapatkan bentuk seperti yang ada sekarang ini.

Selain bentuknya, para wali juga sedikit merubah jalan ceritanya. Dimana dulunya dewa disembah sebagai Tuhan, lalu dewa "dialihfungsikan" menjadi manusia yang memiliki kekuatan lebih sehingga merasa bertanggung jawab untuk mengatur jalannya kehidupan atau dengan kata lain hampir mirip seperti presiden dan jajarannya.

Tidak hanya wali yang merubah bentuk dan ceritanya, tapi karena pola pikir manusia yang senantiasa berkembang akhirnya muncul wayang kulit "bentuk baru" seperti Wayang Rai Wong karya (alm.) Ki Enthus Susmono dan beberapa lakon-lakon baru seperti lakon Celeng Degleng yang fenomenal karya Ki Manteb Soedharsono.

Akhirnya, semoga blog ini bisa bermanfaat bagi semua kalangan pecinta seni wayang kulit purwa. Mohon maaf jika nantinya blog ini hanya membahas tentang wayang kulit purwa karena author memang lahir sebagai orang jawa dan juga tinggal di daerah Jawa Timur yang tentunya kurang begitu mengenal jenis-jenis dan cerita wayang yang lain. Mohon maaf apabila ada kata yang kurang berkenan, kritik dan saran sangat author harapkan... Salam Budaya! Salam Pemuda Cinta Budaya!